Dongeng dan Daya Nalar Anak-anak : BEDTIME STORY (3/13)

 

BEDTIME STORY (3)

Dongeng dan Daya Nalar Anak-anak

Oleh: Astri Dwi Andriani

Pic by google


Cerita dalam dongeng mengandung sisi imajinatif yang tinggi, misalnya hewan yang seperti manusia; hewan tersebut dapat berbicara, dan menyampaikan gagasan yang dimilikinya. Pada wilayah ini, anak dengan kemampuan mendengarkan akan menghayati perasaan-perasaan binatang selayaknya manusia akan mengembangkan imajinasinya.

Penghanyatan yang dilakukan anak secara psikologis akan mendorong kemampuan imajinasi yang lebih jauh. Dalam hal ini, anak mengalami perkembangan baik secara afektif, kognitif, dan psikologis. Anak dengan kemampuan daya nalarnya dapat mengingat, merasakan dan seolah-olah mengalami fenomena yang ada dalam dongeng. Dalam mendengarkan dongeng, anak berpotensi untuk mengembangkan kemampuan menelaah peristiwa sesuai dengan batasan-batasan imajinasi.

Hal demikian juga diungkapkan oleh Jung  (dalam Hidayat, 2009:340) bahwa masa lalu adalah hal yang amat nyata, dan ia akan menangkap siapa pun yang tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mampu memberi jawaban yang memuaskan. Di sinilah, peranan dongeng sebagai karya imajinatif memberikan ilustrasi mengenai permasalahan-permasalahan yang harus disikapi oleh anak secara bijak agar pada saatnya nanti anak akan seperti tokoh “baik” dalam dongeng. Bekal kodrati yang dimiliki anak semenjak lahir, yang ditambah dengan informasi dalam dongeng membuat anak memiliki jangkauan pengetahuan yang beragam. Artinya, semenjak kecil anak telah didik untuk melatih daya nalar menyelesaikan masalah.

Daya nalar adalah kemampuan berpikir berdasarkan kebenaran faktual. Nalar itu sendiri terlatak pada kerangka berpikir. Pemikiran seseorang memiliki berbagai macam sumber yang menjadi dasarnya. Dasar dari sebuah pemikiran pada hekekatnya terbentuk pada waktu anak tersebut memperoleh pendidikan pertama dari orangtua. (Hidayat, 2009:340)

Pendidikan yang diterima oleh anak adalah pendidikan konkret mengenai tata cara bertahan hidup dengan keterbatasan pemahaman akan bahasa. Daya nalar anak akan mengikuti garis pemahamannya terhadap tata cara sang Ibu mengajarkan sesuatu, dari minum ASI sampai dapat berjalan. Daya nalar yang dimiliki oleh anak adalah daya nalar yang berdasarkan pengalaman, pendengaran dan penglihatan. Dari pengalaman tersebut, anak melakukan penghayatan demi penghayatan mengenai kenyataan yang harus dihadapinya. Selanjutnya, pengalaman tersebut terus berkembang menjadi kebiasaan yang secara tidak sadar akhirnya membentuk keperibadian.(*)

 

Komentar

Postingan Populer