Word of Mouth Communication
Pemasaran "Mulut ke Mulut"
Oleh: Astri D Andriani, S.IKom., M.IKom.
Ilustrasi Pemasaran dari Mulut ke Mulut. Gambar diambil dari Google. |
Kegiatan
pemasaran umumnya dianggap sebagai “ujung tombak” dunia industri. Karena dengan
aktivitas pemasaran
yang baik dan tepat, beragam produk barang dan jasa dapat sampai ditangan
konsumen. Para pemasar biasanya
berlomba-lomba memasarkan produk barang atau jasa mereka dengan berbagai cara,
mulai dari memasang iklan dengan anggaran yang tinggi di berbagai media massa
seperti koran, majalah, radio, televisi,
hingga Internet.
Meski
begitu, metode pemasaran tradisional seperti promosi dari mulut ke mulut (word
of mouth) merupakan jenis aktivitas pemasaran yang masih digunakan di Indonesia. Menurut Brown (2005:125), words of mouth (WOM) terjadi
ketika pelanggan berbicara kepada orang lain mengenai pendapatnya tentang suatu
merek, produk, layanan, atau perusahaan
tertentu pada orang lain.
“WOM
sangat
cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini didukung adanya hasil riset pada Global
Consumer Studi 2007 yang dilakukan oleh lembaga riset Nielsen. Penelitian ini
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran lima besar negara di mana WOM dianggap sebagai bentuk
iklan yang paling kredibel. Dari 47 negara di dunia, Indonesia menempati
peringkat 3, setelah Hong Kong dan Taiwan.” 1
Selain
itu WOM cocok untuk Indonesia karena konsumen Indonesia memiliki
keunikan dalam hal attitude, perilaku
maupun proses pengambilan keputusan dalam mengevaluasi dan membeli produk.
“Salah satu
keunikan masyarakat Indonesia yaitu memiliki tingkat socializing yang kuat, misal ungkapan orang Jawa yang menyatakan ‘berkumpul lebih penting dari pada makan’
merupakan cerminan akan kekuatan pembentukan group dan komunitas. Proses komunikasi WOM
menjadi
sangat efektif dalam membantu penetrasi pasar suatu merek. Jika diterapkan di
Indonesia dengan baik, hal tersebut lebih efektif dibandingkan dengan yang ada
di pasar Amerika. Hal ini,
bukan hanya terjadi karena faktor socializing yang tinggi, tetapi
kebiasaan orang Indonesia yang banyak membicarakan hal-hal yang bersifat
pribadi dan memiliki kecenderungan kuat untuk membagi informasi, merupakan
bumbu penyedap dari komunikasi dari mulut ke mulut. Dengan jumlah jam kerja
produktif yang lebih kecil dari masyarakat Amerika, membuat jumlah jam
berkumpul dan ngobrol yang lebih
tinggi lagi. Tidak
mengherankan bila Amerika mencatat kalau konsumen puas akan cerita kepada
sekitar 2 hingga 5 orang, maka berdasarkan salah satu penelitian,
konsumen Indonesia yang puas akan bercerita kepada sekitar 5 hingga 15 orang,
tergantung dari jenis produk dan target yang dibidik.”2
Peneliti
lain yaitu Walker (2001: 67) menyatakan bahwa:
“Konsumen yang puas akan memberitahukan kepada 4 atau
5 orang lain tentang pengalamannya, sedangkan konsumen yang tidak puas akan
memberitahukan kepada 9 sampai 10 orang.”
Kondisi ini memperlihatkan
bahwa konsumen lebih sering menceritakan ketidak puasan terhadap barang atau
jasa dibandingkan kepuasannya, sehingga pemasar perlu memperhatikan agar jangan
sampai terjadi WOM negative yang
tersebar di tengah-tengah konsumen yang pada akhirnya akan mempengaruhi
citra sebuah produk atau perusahaan.
Berpijak
pada hasil penelitian yang menyatakan betapa penting dan berperannya WOM dalam
menyukseskan pemasaran
perusahaan, maka setiap perusahaan perlu membangun WOM positif di samping program-program
marketing mix yang telah ada. Hal ini
sangat relevan dilakukan apabila melihat keefektifan WOM dibanding media-media promosi yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh (Cengiz
dan Yayla, 2007:73) yang menyatakan
bahwa: “WOM positif 7
kali lebih efektif dari pada iklan di koran
dan majalah, 4
kali lebih efektif dari pada personal
selling dan dua kali lebih efektif dari pada iklan di radio dalam
mempengaruhi konsumen untuk berpindah merek.”
Walker
dalam Djati yang melakukan
penelitian terhadap dua industri, menyatakan bahwa:
“Service quality secara signifikan berpengaruh terhadap komunikasi WOM pada industri hewan/peternakan, namun tidak signifikan pada industri
salon rambut.
Sementara penelitian lain menyatakan
kualitas layanan melalui kepuasan secara signifikan berpengaruh positif
terhadap WOM.”3
Penelitian
tentang Word of mouth (WOM) telah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Bahkan Wirtz dan Chew (2002:141) menyatakan sejak
tahun 1960-an
WOM mulai banyak diteliti. Salah satu diantaranya dilakukan di
Indonesia, khususnya di Ibu Kota Jakarta. Pernyataan
diperkuat oleh keterangan yang diperoleh dari Marketing Research Indonesia
(MRI). Hasilnya mengejutkan, karena WOM
lebih unggul dibanding iklan televisi dalam memberi pengaruh seseorang pada saat pengambilan
keputusan pembelian.
“Marketing Research Indonesia (MRI)
melakukan riset dengan melibatkan 202 responden laki-laki dan perempuan, usia 8
tahun ke atas, kelas sosial menengah ke atas di Jakarta. Pertanyaan yang
diajukan adalah, media apa yang menjadi sumber terbaik untuk mendapatkan
informasi berbagai kategori mulai restoran, kafe, mobil baru, komputer, produk
perbankan, asuransi, rumah sakit, makanan, hingga produk rumah tangga. Hasilnya
mengejutkan. Karena
ternyata bukan iklan televisi yang menjadi sumber informasi terbaik dan memberi
pengaruh terbesar dalam pengambilan keputusan, melainkan word of mouth.
Dari 10 kategori yang ditanyakan, ada 8 kategori yang dianggap konsumen
pengaruh terbesarnya muncul dari word of mouth, bukan iklan above the line. Hanya di satu kategori yaitu mobil
baru, pengaruh above the line sangat
besar. Hal ini mungkin disebabkan iklan above
the line terutama televisi, mampu memperlihatkan visual mobil dengan jelas.
Survei menunjukkan, pada hampir semua kategori, sumber word of mouth
adalah wanita. Kecuali pada kategori cafe, mobil, dan komputer, pria lebih
dominan. Harry Puspito yang merupakan Direktur pengelola Marketing Research
Indonesia (MRI) mengatakan riset ini tentu saja bukan untuk mengabaikan peran
iklan above the line, namun sebagai
sarana pengingat kepada para pemilik merek agar memberi perhatian lebih kepada
penggunaan word of
mouth dalam
membangun sebuah merek. Sekaligus juga peluang bagi mereka yang merasa
kurang mampu bertarung di media televisi karena keterbatasan dana komunikasi
atau karena ingin mengefisienkan dana yang dimiliki. Namun hal yang paling
dasar, word of mouth akan tercipta ketika produk yang kita kirim memberi
kepuasan kepada penggunanya.”4
Banyak perusahaan menilai bahwa
penerapan WOM ini akan sangat menguntungkan perusahaan. Karena konsumen menjadi
“kepanjangan tangan” tim marketing dalam mempromosikan dan menyebarluaskan
informasi produk barang dan jasa sebuah perusahaan. Bahkan menurut Ipah5,
teknik WOM ini termasuk strategi pemasaran yang cukup jenius, karena teknik WOM
bisa menciptakan kondisi di mana
yang menjual suatu produk bukan lagi perusahaan, akan tetapi produk itu
sendirilah yang menjual dirinya.
“Hal tersebut (word of mouth) bisa terjadi manakala perusahaan berhasil memuaskan keinginan pelanggan sehingga timbul
loyalitas lalu kemudian pelanggan-pelanggan tersebut mengundang pelanggan yang
lain. Lewat isu dari WOM ini lebih efektif
daripada menghabiskan dana yang besar hanya untuk beriklan lewat media massa.
Sebab rekomendasilah yang bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan pelanggan
untuk membeli. Kelebihannya, produk dengan cepat laris manis di pasaran serta menciptakan daya beli
yang besar. Meski begitu WOM juga memiliki kekurangan. Produk akan cepat dapat
ditinggalkan pelanggan manakala isu yang dibicarakan dari mulut ke mulut
tersebut merusak imej perusahaan.”6
Komunikasi
WOM sangatlah penting
dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang bersifat intangible (tidak
berwujud) seperti jasa pelayanan
kesehatan yang akan diangkat dalam penelitian ini.
Hal tersebut bisa terjadi, karena
produk jasa sulit dievaluasi, karena produk
jasa tidak memiliki suatu standar ukuran tertentu.
Hal itulah yang
menyebabkan jasa lebih beresiko dibanding dengan produk barang, sehingga
pengelola bisnis jasa perlu melakukan pengelolaan pelanggan secara baik agar
pelanggan melakukan WOM positif.
Footnote:
1) Vibiznews-Sales & Marketing, Buzz Marketing, Paling Efektif di Indonesia, Journal phpvbis Emotional Benefit.htm, Jakarta, 2007.
2) Irawan Handi, Prinsip Kepuasan Pelanggan, Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2002.
3) Djati, S. Panjta., and., Didit Darmawan, Pengaruh
kesan kualitas layanan, harga, dan kepuasan mahasiswa PTS terhadap minat mereferensikan
kampusnya, Jurnal
Widya Manajemen & Akuntansi,
Vol. 4, 2004.
4)
Utama Aditya. Model Word of Mouth
Communication pada Konsumen Gudeg Pawon di Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol 1, Yogyakarta. Juni 2013.
5) http://ceuipah.blogspot.co.id/2012/05/kelebihan-dan-kekurangan-strategi.html, dikutip pada 12 Februari
2016.
6) Ibid
Daftar Pustaka:
Brown,
et al., Spreading The Words:
Investigating Antecedents of Customer’s Positive
Word of Mouth Intention And Behavior in Retailing Context, Academy
of Marketing Science Journals, Vol.33, No 2, 2005.
Cengiz
dan Yayla, The Effect of Marketing Mix on
Possitive Word of Mouth Communication:
Evidence from Accounting Offices in Turkey, Journal of Innovative
Marketing, Vol 3. No. 4, 2007.
Walker,
Harrison LJean, The Measurement of Word of Mouth Communication and an Investigation
of Service Quality And Customer Commitment A Potential Antecedents. Journal of Service Research, Vol 4, 2001.
Wirtz,
Jochen and Patricia Chew, The Effects of
Incentives, Deal proneness, satisfaction
and tie strength on Word of Mouth Behaviour, International Journal
of Service Industry Management, 13, 2; ABI/INFORM Global, 2002.
Komentar
Posting Komentar