Mengapa Harus FIKOM?
Mengapa Harus Ada Ilmu Komunikasi?
Oleh: Astri Dwi Andriani
pic by google |
Pada saat saya masih berseragam putih abu-abu, ada seorang teman dengan mimik serius bertanya kepada saya. “Astri, kalau nanti kuliah mau ambil jurusan apa?” Dengan mantap dan semangat saya menjawab: “Masuk Fakultas Ilmu Komunikasi, ngambil jurusan Jurnalsitik!” Setelah itu teman saya berkomentar yang sebelum tidak pernah saya kira: “Haaah?!! Ngambil ilmu komunikasi? Buat apa? Toh kita kan udah lancar ngobrol dan berkomunikasi tanpa harus kuliah dulu!”
Meski terlihat sepele, percakapan
kecil tersebut akhirnya menjadi bekal yang kuat untuk saya masuk Fakultas Ilmu
Komunikasi. Melalui Buku Effendy (2003) saya dibimbing untuk mengenal lebih
dalam tentang dunia yang kini menjadi separuh aktivitas manusia di dunia.
Kegiatan komunikasi sebenarnya telah
ada sejak manusia pertama diciptakan. Untuk mengungkapkan keinginannya, manusia
berkomunikasi dengan manusia lainnya dengan perantara bahasa. Pernyataan antar
manusia ini kelak dikemudian hari menjadi cikal bakal ilmu komunikasi. Sampai
pada sekitar abad ke-5 SM, fenomena ini dikenal sebagai retorika (ilmu
pernyataan antar manusia). Karena interaksinya, manusia tidak lagi memberitahu
agar lawan bicaranya menjadi tahu, tidak lagi memberi pengertian agar lawan
bicaranya menjadi mengerti, tetapi mempengaruhi agar lawan bicaranya melakukan
sesuatu.
Ilmu pernyataan antar manusia
(retorika) yang berkembang di Yunani ini merupakan cikal bakal ilmu jurnalistik
yang selanjutnya menjadi jurusan yang saya ambil. Sementara itu, di belahan
dunia lain seperti Romawi, Gaius Julius Caesar (100 – 144 SM) telah
mengembangkan kegiatan tersebut dengan membuat ‘Acta Diurna’, yakni penguman
yang ditulis di papan mengenai kegiatan senat Romawi.
Sampai pada abad ke – 1 SM manusia
masih menggunakan papyrus (daun lontar), kulit binatang, maupun logam tipis
sebagai alat penyampai pesan jarak jauh. Baru pada tahun 105 M, kertas
ditemukan oleh Ts’ai Lun, pria kebangsaan Cina yang menemukan kertas. Kegiatan
ini terus dikembangkan hingga pada abad ke 15 M ditemukan mesin cetak oleh
Johanes Gutenberg (1400-1468). Mesin tersebut berhasil melipatgandakan tulisan
tercetak.
Baru pada tahun 1609 di Jerman terbit
surat kabar pertama yang bernama “Avisa Relation Order Zeitung” dan pada tahun
1622 di Inggrus juga terbit “Weekly News.” Hadirnya surat kabar di tengah
masyarakat ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat.
Karena surat kabar tidak hanya mampu menyebarkan informasi, tetapi juga mampu
menggiring opini publik.
Dari fenomena tersebut, muncullah
“Science of the Press” di Inggris “Science de la Press” di Perancis,
“Dagbladwetens” di Belanda, dan “Zeitungswissenscaft” di Jerman pada abad ke –
19 yang artinya ilmu persuratkabaran. Jerman sendiri sejak menerbitkan surat kabar
pertama, telah dinobatkan menjadi Bapak Surat Kabar Dunia.
Sejak saat itu, di Jerman sendiri zeitungswissenscaft berkembang menjadi
ilmu publisistik. Sedangkan di Amerika, ilmu tersebut berkembang menjadi communications science, atau yang di
Indonesia dikenal sebagai Ilmu Komunikasi, fakultas yang saya ambil semasa
kuliah. Sama seperti saat saya diragukan masuk Fakultas Ilmu Komunikasi,
ternyata pada masa perkembangannya di Amerika, komunikasi pun diragukan oleh
ilmuan disiplin ilmu lain bisa diangkat menjadi salah satu cabang ilmu
pengetahuan. Mereka menganggap bahkan komunikasi itu bukan ilmu, dengan alasan
belum memenuhi persyaratan.
Namun anggapan itu ditepis oleh Keith
Brooks (1967) dengan bukunya yang berjudul “The Communicative Arts of Science of
Speech”. Dalam bukunya, Brooks memaparkan mengenai “Communicology” yang berarti
komunikologi atau ilmu komunikasi.
Kejadian ini dipertegas oleh Joseph A
Devito yang membuat buku serupa berjudul “Communicology: An Introduction to the
Study of Communication.” Dalam karyanya, Devito menjelaskan bahwa komunikologi
adalah suatu studi tentang ilmu komunikasi yang terjadi antar manusia.
Kegiatan tersebut akhirnya dikukuhkan
oleh buku susulan yang berjudul “Message Effect in Communication Science” karya
sebelas pakar komunikasi dari berbagai universitas yang ada di Amerika Serikat
yang disunting oleh James J Bradac (1989).
Setelah mendalami uraian tersebut,
saya semakin mantap dan bangga menjadi bagian dari dunia komunikasi. Dunia yang
memberikan ilmu, pengalaman, dan penghidupan yang menyenangkan bagi saya hingga
saat ini.(*)
Komentar
Posting Komentar