Sekilas Mengenal Bapak Ilmu Komunikasi



Sekilas Mengenal Bapak Ilmu Komunikasi
Oleh: Astri D Andriani S IKom

Pepatah yang kerap mengemuka mengatakan ‘tak kenal maka tak sayang.’ Begitu pun dengan ilmu komunikasi, dengan mengenal siapa pendiri cabang ilmu komunikasi, di harapkan kita sebagai mahasiswa, aktivis, maupun profesional di bidang tersebut dapat semakin semangat dan mencintai ilmu ini. Prof Onong Uchjiana Effendy MA dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003) menyebutkan ada lima orang pendiri ilmu komunikasi atau yang lebih akrab disebut ‘bapak’ ilmu komunikasi.

Harold Lasswell

Lasswell dilahirkan di Donelison, Illinois, Amerika Serikat, yang berpenduduk 292 jiwa. Ia adalah seorang anak yang cepat sekali dewasa. Pada usia 16 tahun, dengan beasiswa dia kuliah di Chicago University. Selama belajar di Chicago, Lasswell dipengaruhi oleh John Dewey, George Herbert Mead, dan Robert Park.

Lasswell adalah seorang mahasiswa yang antusias. Dia senantiasa tertarik oleh setiap masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, minatnya pada psikiatri Freud muncul pada suatu musim panas ketika mengunjungi pamannya, seorang dokter di Indiana. Paman Lasswell memliki seperangkat buku Freud yang waktu itu dibaca oleh Harold muda. Selanjutnya Lasswell menjadi sarjana Amerika terkemuka yang memperkenalkan teori Freud dalam ilmu politik. Pada saat duduk di tingkat sarjana, Laswell menerbitkan beberapa buku dalam bidang ilmu sosial, yang berkaitan dengan ilmu politik, ilmu ekonomi, dan sosiologi. 

Tatkala dia duduk ditungkat doctoral untuk meraih gelar Ph D, pada diri Lasswell  terjadi eklektisme (kecenderungan untuk memilih dari berbagai sumber) yang akhirnya menyebabkan krisis dalam karirnya. Di fakultasnya itu selama lima belas tahun ia sangat produktif. Pemimpin Universitas Chicago, Robert Maynard Hutchins, ternyata berprasangka negative terhadap ilmu sosial, terutama terhadap ahli-ahli sosial empiris (sikap Hutchins tersebut menyebabkan kehancuran Fakultas Sosiologi Universitas Chicago setelah tahun 1935).

Lasswell bukan saja seorang empiris, tetapi juga seorang cendikiwan yang mencoba menekuni teori Freud untuk melakukan analisis isi dalam rangka meneliti pengaruh propaganda terhadap opini publik. Hutchins memveto promosi Lasswell untuk menjadi professor pada tahun 1938. Setelah dua belas tahun di Chicago, di mana dia mendidik beberapa ahli politik yang handal, antara lain Itheil de Sola Pool dan Herbert Simon, maka Lasswell tidak mendidik yang lainnya dalam empat puluh tahun dari sisa hidupnya, karena ia mengajar di Fakultas Hukum Universitas Yale.

Walaupun Lasswell tidak meraih gelar Ph D, namun ia tetap merupakan seorang cendikiawan yang aktif menulis lebih dari enam juta kata dalam publikasi ilmiahnya semasa hidupnya. Tiga jilid bukunya yang dicetak berjudul “Propaganda and Communication in World History” sedang dicetak ketika dia meninggal pada tahun 1980. (Rogers dalam Effendy, 2003 : 17)

Kurt Lewin 

Kurt Lewin dilahitkan pada tahun 1890 dan wafat pada tahun 1974. Kita dewasa ini mengenal pemikirannya mengenai “gatekeeping”, “group dynamics”, dan “consistency theory.” Lewin adalah seorang Yahudi Jerman yang belajar psikologi di Universitas Berlin. Pada tahun 1933 ia melarikan diri dari rezim saat itu. Sesampainya di Iowa, Amerika Serikat ia mengajar dalam bahasa Inggris yang patah-patah, namun para mahasiswanya menilainya sebagai seorang pendidik yang antusias dengan pribadi yang menyenangkan.


            Kurt Lewin memiliki kemampuan yang menakjubkan dalam menunjukkan penampillan yang terbaik di hadapan orang lain, khususnya mengenai masalah intelektual. Ia memimpin diskusi mingguan di mana setiap mahasiswa ditugaskan mengemukakan suatu teori atau rencana penelitian untuk diperdebatkan. Margaret Mead, antropoloh terkemuka yang bekerjasama dengan Lewin dalam suatu eksperimen pada Perang Dunia II mengatakan: “Kurt laksana api yang mengitari orang lain yang berkumpul untuk memperoleh kehangatan dan cahaya untuk membaca pikirannya masing-masing yang lebih jernih.”

Lewin mencanangkan dinamika kelompok dengan memfokuskan kepada masalah komunikasi kelompok sebagai saran untuk memperoleh pemahaman bagaimana orang-orang diperngaruhi oleh kelompoknya. Bagaimana tipe kepemimpinan otoriter dan demokratik mempengaruhi kesesuaian orang tersebut dengan norma kelompoknya. Persoalan tersebut dan persoalan psikologi sosial lainnya diteliti oleh Kurt Lewin dan murid-muridnya di Iowa. 
 
Seperti telah dikatakan tadi, Lewin oleh para sarjana komunikasi dewasa ini lebih dikenal karena konsep ‘gatekeepingnya’, yakni proses pengendalian arus pesan dalam saluran komunikasi. Selama Perang Dunia II, pemerintah Amerika mempropagandakan makanan yang disebut “sweetbread” (isi organ sapi atau kambing, seperti hati, usus, limpa, dan sebagainya) untuk dijadikan konsumsi masyarakat.

Lewin dan murid-muridnya melakukan serangkaian eksperimen dnegan penduduk kota Iowa sebagai responden. Kepada mereka diajukan himbauan agar memakan sweetbread tadi. Hasil eksperimen itu menunjukkan bahwa ibu rumah tangga ternyata bertindak sebagai gatekeeper (penjaga gerbang informasi) mengenai makanan yang tidak populer itu. (Effendy, 2003:19)

Di media massa sendiri, yang memiliki posisi gatekeeper adalah editor berita.  Dewasa ini, konsep gatekeeping digunakan secara luas dalam ilmu komunikasi, terutama dalam komunikasi organisasional.

Paul Lazarsfeld
 
            Paul Lazarsfeld dilahirkan pada tahun 1901 di Wina dan lulu sebagai doktor matematika dari Universitas Wina pada pertengahan tahun 1920. Selama satu dekade dia mengajar di fakultasnya dan memimpin sebuah penelitian ilmu sosial. 

            Seperti Kurt Lewin, Lazarsfeld terpengatuhi oleh pemikiran Freud yang menyebabkan ia berminat untuk melakukan studi terhadap sumber-sumber perilaku. Sebagai seorang Yahudi yang dibayang-bayang Nazi, Lazarsfeld kemudian meninggalkan tanah airnya menuju Amerika Serikat. Itu terjadi pada tahun 1939. 

            Pada saat itu, ada tiga keberuntungan yang menjemput Lazarsfeld setibanya di negeri baru ini. Pertama, Rockefellor Foundation menawarkan kepadanya beasiswa kelana untuk mengamati penelitian sosial di Amerika. Pada saat yang sama keberuntungan kedua yang menghampirinya, yakni lembaga tersebut akan mendirikan Office of Radio Research di Princeton dan menawarkan kepada Lazarsfeld untuk menjadi direkturnya. Keberuntungan yang ketiga adalah ketika itu ia berjumpa dengan Frank Stanton yang pada waktu itu menjabat direktur penelitian pada stasiun radio televise CBS yang dikemudian hari menjadi presiden badan itu. Dengan dukungan Stanton pada tahun 1935, ia pindah ke New York dan mendirikan “Bureau of Applied Social Research”.

            Hubungan yang erat antara industri media Amerika dengan lembaga penelitian Lazarsfeld, membuat penelitian perorangan yang dilakukannya menjadi kegiatan perusahaan dengan tim peneliti yang banyak. Dengan demikian, penelitian menjadi bergantung pada dana yang disediakan. 

            Lazarsfeld segera beralih dari penelitian radio siaran ke penelitian media lainnya dan pada studi masyarakat lokal tertentu di mana menimbulkan pengaruh. Dengan bantuan dari Time Life Cooperation, Lazarsfeld menyelenggarakan suatu penelitian yang penting tentang pemilihan presiden pada tahun 1940. Para peneliti dari Bureau od Applied Social Research melakukan wawancara berulangkali dengan 600 warga Erie Country, Ohio untuk mengerahui peranan media massa dalam mengubah pemilihan suara. Ditemukan hanya sedikit pengaruh langsung yang menyebabkan Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengemukakan dalil “two step flow communication”, arus komunikasi dua tahap, di mana medua massa mempengaruhi pemuka pendapat (opinion leader) yang pada gilirannya mempengaruhi individu-individu lainnya. Proyek Erie County  menimbulkan tradisi penelitian tentang pengaruh terbatas (limited effect) sebagai salah satu dari media lainnya yang mempengaruhi perilaku manusia, tetapi tidak merupakan pengaruh yang amat kuat. 

            Dari buku itu diketahui bahwa pengaruh media jauh lebih kecil daripada jaringan antar pribadi. Pernyatan pokok tentang pandangan pengaruh terbatas terdapat dalam buku karya Yoseph Klapper berjudul “The Effect of Mass Communication”, suatu sintesis mengenai studi pengaruh media yang diselesaikan oleh Klapper pada tahun 1949 sebagai disertasi doktoralnya di bawah bimbingan Lazarsfeld. (Rogers dalam Effendy, 2003:21)

Carl Hovland

            Hovland memperoleh gelar Ph D dalam bidang psikologi eksperimental di Universitas Yale sebagai anak didik Clark Hull, seorang ahli psikologi kenamaan. Oleh pakar, Hovland dinilai sebagai “boy wonder” dalam psikologi eksperimental. Pada usia 32 tahunia telah menulis banyak artikel yang dimuat dalam “Journal of Experimental Psychology”, berbeda dengan sarjana psikologi lainnya seusia dia. 

            Tetapi, seperti bapak ilmu komunikasi lainnya, karier Hovland mengalami perubahan yang tidak diduga sebelumnya. Ketika Perang Dunia II meletus, professor muda itu dipanggil Washington untuk bekerja di Departemen Peperangan Amerika Serikat (kini Departemen Pertahanan). Ia ditugaskan untuk meneliti pengaruh film perang terhadap moral perjuangan. 

            Hovland merancang suatu eksperimen dengan film mengenai latihan ketentaraan utnuk menguji teori kredibilitas sumber  (source credibility), penyajian satu sisi lawan dua sisi (one-sided versus two-sided presentation), himbauan rasa takut, dan efek langsung lawan efek tertunda. Variabel terikat dalam penelitiannya itu adalah persuasi (yakni derajat perubahan sikap dari prajurit yang dijadikan respondennya). Transisi subjek penelitian dari tikus pada manusia sebagai subjek eksperimel mengubah Hovland dari psikolog eksperimental menjadi psikolog sosial dengan minat fundamental kepada efek komunikasi. (Rogers dalam Effendy, 2003: 22)

Wilbur Schramm

            Schramm dilahirkan dan belajar di sebuah kota kecil Marietta, Ohio. Dia melanjutkan studinya untuk memperoleh gelar master di Harvard, dan mendapat gelar Ph D dalam bidang kesusasteraan Amerika di Universitas Iowa, di mana ia kemudian membaktikan diri pada fakultasnya.

Schramm memberikan kuliah penulisan kreatif di Iowa pada tahun 1930 di mana ia mengepalai Iowa Writers Workshop di Universitas Iowa. Ia sendiri adalah penulis fiksi yang sangat berhasil. Schramm memperoleh hadiah O. Henry pada tahun 1942 untuk cerita pendeknya yang berjudul “Bandwagon Smith”, yakni cerita tentang seorang petani dengan traktor terbangnya. Tetapi sebelum Perang Dunia II arah kariernya berubah secara radikal, tatkala ia melakukan studi psikolohi dan sosiologi pada tingkat pasca-doktoral. Selama perang, Schramm bekerja pada “Office of War Information” di Washington, di mana ia berhungan erat dengan Lasswell, Hovland, dan pakar-pakar komunikasi lainnya. Pada tahun 1943, Schramm kembali ke Iowa City untuk menjadi Direktur Sekolah Jurnalisme. 

Empat tahun kemudian, ia menggabungkan diri pada Universitas Illinois untuk mendirikan Lembaga Penelitian Komunikasi, yang merupakan lembaga penelitian komunikasi yang pertama. Di Illinois pula, ia direstui sebagai kandidat Ph D yang [ertama dalam bidang komunikasi massa. Selanjutnya Schramm menjadi Dekan Fakultas Komunikasi yang meliputi Jurnalisme, Komunikasi Lisan, dan unit-unit komunikasi lainnya. Selama aktif di Illinois, Schramm menerbitkan beberapa buku teks tentang komunikasi, antara lain “Mass Communications” (1949). Ia juga turut merencanakan buku Claude Shannon/Warren Weaver yang berjudul “The Mathematical Theory of Communication” (1949) untuk diterbitkan di Illinois.

Pada tahun 1956, Schramm pindah ke Universitas Stanford di mana ia mendirikan Lembaga Penelitian Komunikasi seperti halnya di Illinois yang berpola pada model Lazarsfeld.(Effendy, 2003:25)

Setelah puas, ‘menyantap’ biografi singkat para pendiri ilmu komunikasi, sekarang giliran kita yang bertanya pada diri kita sendiri: “Kapan nama kita akan tercantum seperti mereka…?” Sekian, semoga bermanfaat.(*)




Komentar

Postingan Populer