Rekam Jejak Penyadapan Australia di Indonesia
Rekam Jejak Penyadapan Australia di Indonesia
Oleh : Astri Dwi Andriani
DAS SEIN:
Isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap pejabat tinggi
negara menjadi pemberitaan yang panas akhir – akhir ini. Hal tersebut menjadi
masalah penting di dalam negeri ini.
Hubungan
Indonesia dan Australia kembali menghadapi ujian berat. Pemerintah Indonesia
dibuat kesal karena Australia tidak membenarkan dan tidak membantah soal
skandal penyadapan yang diungkap media massa dari hasil bocoran Edward Snowden
- mantan kontraktor badan intelijen AS (NSA) yang tengah menjadi buronan
Washington dan kini menetap di Rusia tersebut.
Pernyataan
Perdana Menteri Australia Tony Abbott sama sekali tak dapat menjernihkan isu
penyadapan ini. Ia hanya mengatakan badan dan agen intelijen negaranya selalu
bertindak dalam koridor hukum. “Setiap badan pemerintah Australia bertugas
sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.
“Buka
rahasia mereka, lindungi rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”.
Itulah semboyan Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate)
yang tahun 2013 ini berganti nama menjadi Australian Signals
Directorate (ASD). Dengan
moto itu, agen-agen DSD menjejakkan kaki di Bali ketika Indonesia menjadi tuan
rumah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007.
Dipetik dari
vivanews.com, DSD ini membawa tugas khusus, mengumpulkan nomor-nomor telepon
para pejabat pertahanan dan keamanan di Indonesia. Dalam misinya itu, DSD
bekerja bahu-membahu dengan badan keamanan nasional Amerika Serikat (National
Security Agency) untuk memperoleh informasi yang menjadi target mereka.
Semua itu diungkapkan Edward Snowden --mantan kontraktor NSA yang kerap
membocorkan rahasia intelijen AS-- dalam dokumen yang ia bocorkan dan dilansir
harian Inggris The Guardian, 2 November 2013.
DSD bahkan
disebut memasukkan ahli Bahasa Indonesia ke dalam timnya untuk memonitor dan
menyeleksi informasi dari komunikasi yang berhasil mereka dapatkan. “Tujuan
dari upaya (spionase) ini adalah
untuk mengumpulkan pemahaman yang kuat tentang struktur jaringan yang
diperlukan dalam keadaan darurat,” kata dokumen Snowden itu.
Harian
Australia The Sydney Morning Herald melaporkan Negeri Kanguru
secara intensif dan sistematis melakukan aksi mata-mata dan membangun jejaring
spionase mereka di Tanah Garuda ini melalui kantor kedutaan besar mereka di
Jakarta.
Media Australia
lainnya, Fairfax, menyatakan pos-pos diplomatik Australia yang
tersebar di Asia mempunyai fasilitas untuk mencegat lalu-lintas data dan
panggilan telepon dari pejabat-pejabat penting di negara-negara di kawasan ini.
Aktivitas pengintaian itu dilakukan tanpa sepengetahuan mayoritas diplomat Australia yang berkantor di Kedutaan Australia. Data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Aktivitas pengintaian itu dilakukan tanpa sepengetahuan mayoritas diplomat Australia yang berkantor di Kedutaan Australia. Data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Laporan
mengenai aksi mata-mata Australia itu merupakan bagian dari dokumen yang
dibocorkan Snowden dan dipublikasikan oleh harian Jerman, Der Spiegel.
Dokumen itu menyoroti kemitraan spionase “Lima Mata” yang antara lain mencakup
Inggris, Kanada, dan Australia. Disebutkan bahwa fasilitas penyadapan mereka
seperti antena, kerap tersembunyi dalam fitur arsitektur palsu atau atap gudang
pemeliharaan di berbagai kantor kedutaan.
Seorang
mantan perwira di DSD menyatakan Kedutaan Besar Australia di Jakarta menjadi
pemain kunci dalam mengumpulkan informasi. Australia menyasar data politik,
ekonomi, dan intelijen melalui kedutaannya yang berlokasi di kawasan sibuk
Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain di Jakarta, Konsulat
Jenderal Australia di Denpasar, Bali, juga disebut digunakan untuk mengumpulkan
data-data intelijen.
Fenomena
yang terjadi saat ini sangatlah menarik perhatian publik, karena upaya
penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap
pejabat-pejabat di Indonesia sebagaimana disampaikan Kepala Badan Intelijen
Negara (BIN), Marciano Norman dilakukan sudah sangat lama. Bahkan Australia
telah melakukan penyadapan percakapan telepon sejumlah pemimpin Indonesia dalam
kurun waktu 2007-2009.
Alhasil, kasus yang
terbongkar ini telah mengganggu hubungan diplomatik ke dua Negara yang
berdaulat.
3 Langkah Presiden
Hal ini tentunya
mengundang respon Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara. SBY melalui
juru bicaranya Julian Aldrin Pasha, Jumat 8 November 2013, menyatakan tak dapat
menerima adanya aksi penyadapan Australia terhadap Indonesia.
Atas aksi tersebut, akhirnya SBY mengeluarkan tiga langkah yang
akan ditempuh menyangkut aksi penyadapan tersebut. Yang pertama adalah
Indonesia menunggu penjelasan dan tanggung jawab Australia atas kasus
penyadapan itu.
Kedua, sejumlah agenda kerja sama akan dikaji ulang, seperti pertukaran
informasi dan intelijen diantara kedua negara. Selain itu latihan-latihan
bersama antara tentara Indonesia dan Australia juga dihentikan.
Penghentian
kerja sama ini termasuk dalam soal Coordinated Military Operation antara
Indonesia dan Australia. Selain itu, juga isu penyelundupan manusia atau people
smuggling.
Ketiga, untuk keberlanjutan hubungan kedua negara, Presiden meminta pderlu ada
semacam protokol, atau kode etik (code of
conduct), dan guiding principle menyangkut kerja sama di berbagai bidang.
Selain itu,
rencananya Indonesia kini tengah meningkatkan
kerjasama pertahanannya dengan Rusia menyusul penyadapan yang dilakukan oleh
Amerika Serikat dan Australia terhadap para pejabat tinggi RI. Kesepakatan awal
soal peningkatan kemitraan Rusia-Indonesia dicapai di tingkat parlemen kedua
negara dalam kunjungan pimpinan parlemen Rusia ke DPR RI, Jakarta, 21 November
2013.
Selain bertemu dengan pimpinan parlemen Rusia, pimpinan DPR juga menggelar pertemuan dengan Duta Besar Rusia untuk RI selama hampir 4 jam. Dalam pertemuan yang cukup lama itu, kedua belah pihak membahas berbagai isu aktual, termasuk penyadapan terhadap Indonesia yang kini menimbulkan ketegangan diplomatik antara Jakarta dan Canberra.
Selain bertemu dengan pimpinan parlemen Rusia, pimpinan DPR juga menggelar pertemuan dengan Duta Besar Rusia untuk RI selama hampir 4 jam. Dalam pertemuan yang cukup lama itu, kedua belah pihak membahas berbagai isu aktual, termasuk penyadapan terhadap Indonesia yang kini menimbulkan ketegangan diplomatik antara Jakarta dan Canberra.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, salah satu
kerjasama yang bakal ditingkatkan RI dan Rusia adalah dalam teknologi sadap dan
atisadap. “Saya gembira Rusia mendukung Indonesia. Kami sudah berbicara
langsung (soal peningkatan kemitraan),” kata Priyo di Gedung DPR RI.
Meski
begitu, dalam pidato yang disampaikannya, SBY berpesan pada pemerintah agar
tidak terlalu panik dan menanggapi isu penyadapan tersebut secara emosional.
Sikap SBY tersebut jika ditinjau dari etika badan intelejen memang benar.
Pandangan
Pengamat
Anies
Baswedan: Penyadapan
yang dilakukan intelijen Australia terhadap pejabat Indonesia merupakan
tindakan yang melanggar adab dan UU Kerahasiaan Urusan Negara. Penyadapan itu
seharusnya tidak dilakukan lantaran Indonesia-Australia negara tetangga
selamanya.
Guspiabri
Sumowigeno (Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy
Studies): Penyadapan yang dilakukan Australia dilandasi
kekhawatiran bahwa Indonesia lebih memercayai China sehingga berpaling dari
"China Containment Policy". Inilah yang sekarang sedang membuat panik
kekuatan-kekuatan politik Australia.
"China Containment Policy" merupakan cara
yang dilakukan Amerika Serikat untuk membendung meningkatnya pengaruh China
sebagai negara adidaya baru.
Menurut dia, skandal penyadapan yang terungkap ini
pasti merusak kebijakan yang ditujukan untuk membendung kebangkitan pengaruh
China yang sedang muncul menjadi kekuatan adidaya ekonomi, politik, dan
militer.
Hikmahanto
(pengamat hukum internasional): Pernyataan Presiden SBY
terkait surat balasan PM Tony Abbott untuk menyelesaikan masalah penyadapan
merupakan ending
yang hambar. Presiden tidak memperlihatkan ketegasan Indonesia yang tidak
senang dengan praktik kotor penyadapan.
Menurut dia, Presiden SBY lebih
memperhatikan pandangan subyektif dalam merespon surat balasan PM Abbott serta
mengabaikan pandangan publik Indonesia.
Hikmahanto menambahkan, penyelesaian
kasus tersebut tidak tegas karena masih menggantungkan pemulihan hubungan
dengan Australia melalui sejumlah syarat, seperti penunjukan utusan khusus dan
pembuatan protokol. Padahal, tambah dia, bisa dilakukan tindakan tegas tanpa
syarat apapun. Fase berikutnya adalah masuk langsung ke fase penyembuhan
hubungan.
Mahfudz
Siddiq (Ketua Komisi I DPR RI): menyatakan
pandangan politik luar negeri Indonesia yang diterjemahkan dengan ungkapan "million friends and zero enemy" perlu
dikritisi dan ditinjau kembali. Kebijakan tersebut menimbulkan kesan negara
tidak memiliki sikap dan tidak memetakan kebijakan luar negeri yang strategis.
Menurutnya, tidak ada referensi jelas
mana kawan mana lawan, tidak ada negara yang tidak memiliki musuh. Seharusnya
Indonesia perlu memilah mana kawan mana lawan, bukan semua dianggap kawan.
Beberapa pengamat hubungan internasional juga sebelumnya pernah mengkritisi
pandangan ini, karena membuat Indonesia seperti tidak memiliki identitas.
DAS SOLLEN:
Rahasia Negara
Di
Beberapa Negara Konstitusi Merupakan Dasar dari Rahasia Negara. Konstitusi AS secara eksplisit memberi
wewenang adanya rahasia pemerintah dengan rumusan “Each House shall keep a journal of its proceedings, and from time to
time publish the same, excepting such parts as in their judgement require
secrecy.”
Republik Moldovia
sesuai dengan UU tentang Rahasia Negaranya juga menyebut bahwa legislasi
mengenai rahasia negara di dasarkan atas Konstitusi Republik Moldovia.
Alasan Pemerintah Melakukan Klasifikasi Informasi
Alasan Pemerintah Melakukan Klasifikasi Informasi
Tanggung jawab
terhadap survival bangsa dan rakyat;
pengklasifikasian didasarkan atas alasan-alasan keamanan (security reasons). Untuk menjamin survival negara dan bangsa, pemerintah kadang-kadang ketat memegang
informasi-informasi tertentu agar tidak jatuh di tangan lawan-lawannya.
Pemerintah
mengamankan informasi-informasi khusus itu dengan cara menentukan
klasifikasinya, seperti misalnya “rahasia,” dan kemudian membatasi akses
kepadanya dari bahagian terbesar warganya. “Hak” (kewenangan) pemerintah untuk merahasiakan
informasi-informasi tertentu mengenai keamanan nasional dari bahagian terbesar
rakyatnya sendiri diterima secara universal.
Dalam keadaan perang
sewaktu survival bangsa
dipertaruhkan, alasan pengrahasiaan sangat dapat difahami,
pembatasan-pembatasannya sangat luas, yang dapat diterima oleh rakyat. Dalam
masa damai, alasan untuk pengrahasiaan informasi-informasi adalah sangat
sedikit. Pemerintah pada umumnya sngat mengurangi pengklasifikasian, dan
semakin luas masyrakat (dalam suatu demokrasi) yang tidak dapat menerima pemerintahan
yang merahasiakan informasi dengan alasan keamanan.
Bidang-Bidang Utama Informasi Rahasia (Dalam Suatu Demokrasi)
Bidang-Bidang Utama Informasi Rahasia (Dalam Suatu Demokrasi)
Biasanya terbatas
pada informasi-informasi tertentu yang berkaitan dengan pertahanan nasional dan
hubungan luar negeri (informasi militer dan diplomasi). Kebanyakan dari
informasi itu tergolong dalam 5 bidang:
1) Operasi militer,
a. Yang
sering dirahasiakan antara lain adalah kekuatan dan deployment pasukan; gerakan
pasukan; tempat dan saat serangan yang direncanakan; taktik dan strategi;
informasi mengenai perbekalan dan logistik.
b. Informasi
yang kita miliki mengenai aktivitas-aktivitas dan kemampuan-kemampuan lawan
harus dipegang kerahasiaannya agar terpelihara kemampuan sendiri untuk
memprediksi aktivitas-aktivitas itu atau untuk menetralisir kemampuan-kemampuan
itu. Jika lawan mengetahui bahwa kita memiliki informasi-informasi itu, ia akan
mengubah rencana-rencananya atau kemampuan-kemampuannya.
2) Teknologi senjata,
a. Dirahasiakan
untuk memelihara keuntungan dari pendadakan (surprise) penggunaan pertama dari suatu senjata baru, untuk
mencegah lawan dapat mengembangkan tindakan counter
yang effektif terhadap sistem senjata baru itu, atau untuk mencegah lawan
menggunakan teknologi itu terhadap penemu orisinil (dengan mengembangkan senjata
serupa)
b. Teknologi
senjata meliputi informasi ilmiah dan teknikal yang terkait dengan teknologi
senjata itu. Perang Dunia I menandai permulaan periode “modern” pada waktu mana
ilmu dan teknologi mempengaruhi pengembangan sistem-sistem senjata yang jatuh
lebih besar ketimbang periode-periode sebelumnya. Hal itu menjadi lebih berarti
lagi dalam Perang Dunia II dengan hasil gilang gemilang ilmu dan teknologi: bom
atom, radar. Kemajuan teknologi militer dipengaruhi secara signifikan oleh para
ilmuwan, hal mana berbeda dengan sebelumnya, sewaktu kemajuan teknologi militer
itu dipengaruhi oleh engineer (teknowan) atau oleh ilmuwan yang bekerja sebagai
teknowan.
c. Pada
umumnya, informasi mengenai riset dasar (basic research) tidak dirahasiakan,
kecuali jika ia merupakan suatu terobosan yang menuju kepada suatu sista yang
sama sekali baru. Contoh dalam Perang Dunia II dan bebrapa tahun sesudah itu:
riset dasar scientific mengenai energi atom (senjata nuklir).
3) Kegiatan diplomatik,
a. Kemampuan
suatu bangsa untuk mencapai hasil-hasil menguntungkan dalam negosiasi dengan
negara-negara lain akan sangat berkurang jika strategi bernegosiasi dan
tujuan-tujuannya diketahui sebelumnya oleh negara-negara itu.
b. Negosiasi
dengan negara asing memerlukan kehati-hatian. Keberhasilan sering bergangung
dari kerahasiaan. Bahkan apalagi negosiasi selesai pembeberan penuh dari semua
yang telah terjadi, tuntutan-tuntutan atau konsesi-konsesi yang mungkin telah
diajukan ataupun dikontemplasi secara politis akan sangat tidak menguntungkan,
oleh karena itu mungkin akan berpengaruhi negatif terhadap negosiasi-negosiasi
selanjutnya, atau langsung dapat menimbulkan kerugian, bahkan mungkin bahaya
ataupun hal yang sama sekali tidak diinginkan.
4) Kegiatan intelijen,
a. Informasi
intelijen mencakup pengumpulan informasi dan operasi tertutup. Pengumpulan
informasi dapat melalui sumber-sumber terbuka dan cara-cara tertutup. Ia juga
dapat menggunakan agen-agen rahasia, sumber-sumber konfidensial dan lain-lain.
Dalam melkaukan kegiatan-kegiatan tertutup, kerahasiaan dipegan mengenai
agen-agen dan sumber-sumber, metoda-metoda dan kemampuan-kemampuan, dan tentu
mengenai informasi yang diperoleh itu sendiri.
b. Metode-metode
yang digunakan harus dirahasiakan agar lawan tidak mengetahui tingkat
keberhasilannya dan dengan tidak ada dorongan baginya untuk mengembangkan
berbagai tindakan lawan (countermeasures) untuk menghentingkan arus informasi.
c. Informasi
intelijen dari negara-negara sahabat pada umumnya diklasifikasikan.
Negara-negara sahabat akan berkurang kemauannya untuk berbagi informasi
intelijen (intelligence information sharing) apabila mereka tahu bahwa
informasi itu tidak dipegang kerahasiaannya.
5) Kriptologi (persandian).
a. Kriptologi
mencakup metoda-metoda untuk mengirimkan berita-berita rahasia (menyandi dan
mengirim) dan metoda-metoda untuk mengintersepsi dan membuka sandi (decode)
berita-berita yang disandi.
b. Kriptografi
sudah dipraktekkan sejak beribu tahun lalu (Mesopotamia sekitar 1500 BC, Sparta
mengembangkan suatu sistem kriptografi militer pada abad 5 BC, Persia).
c. Informasi
kriptologi harus dirahasiakan untuk mencegak lawan mengenai kemampuan kita
untuk mengintersep dan membuka sandi-sandi berita-beritanya. Jika lawan
mengetahui bahwa komunikasinya tidak aman, ia akan menggunakan cara lain, yang
akan meminta banyak waktu untuk mengetahuinya kembali (sukses sekutu membuka
sistem sandi jerman pada Perang Dunia II telah membantu mempersingkat jalannya
perang. Sukses itu tetap dirahasiakan sampai tahun 1974, sekitar 39 tahun
setelah sandi Jerman dapat dibuka dan 29 tahun setelah Perang Dunia II
berakhir).
Klasifikasi
dan Keamanan
Klasifikasi sering
disebut “cornerstone” dari keamanan
nasional. Klasifikasi mengidentifikasi informasi mana yang harus dirahasiakan
terhadap kemungkinan terbukanya oleh fihak-fihak yang berwenang. Keamanan
menentukan bagaimana melindungi informasi setelah ia diklasifikasi. Keamanan
mencakup personnel security dan physical
security.
Macam-macam Rahasia
A.Subjektif
Keputusan yang
diambil pemeirntah untuk melakukan sesuatu menurut keinginannya sendiri. Selama
pemerintah dapat memelihara kerahasiaan informasi yang diputuskannya itu, tidak
akan lawan yang akan membukanya secara independen. Beberapa contoh:
rencana-rencana militer untuk melakukan invasi atau kebijakan p olitik luar
negeri mengenai suatu situasi internasional tertentu.
Rahasia-rahasia itu
hanya dapat dibongkar oleh lawan melalui spionase atau terbuka tidak sengaja
ataupun disengaja. Di antara karakteristik rahasia subyektif ini ilaha umumnya
usianya tidak panjang; jika invasi telah dimulai, rahasia itupun sudah hilang.
B. Obyektif
Informasi yang
kendati pemerintah ingin merahasiakannya, namun sudah diketahui atau dapat
diketahui secara independen oleh negara lain. Informasi scientific termasuk
dalam macam ini. Informasi ilmiah adalah suatu fakta alam, bukan rahasia. Apa
yang kita ketahui, juga dapat diketahui oleh para ilmuwan negara lain.
Beberapa ciri dari
“rahasia” ini antara lain difusi, biasanya dapat dimengerti oleh ilmuwan lain,
tidak arbitrary, tidak dapat berubah.
Tingkat-Tingkat
Klasifikasi
1. Sangat Rahasia
Diberlakukan terhadap informasi yang jika terbuka (disengaja atau tidak), dapat diperkirakan akan menimbulkan kerusakan sangat serius terhadap keamanan nasional.
2. Rahasia
Diberlakukan terhadap yang jika terbuka, dapat diperkirakan akan menimbulkan kerusakan serius terhadap keamanan nasional.
3. Konfidensial
Diberlakukan terhadap informasi yang jika terbuka, dapat menimbulkan kerusakan terhadap keamanan nasional.
1. Sangat Rahasia
Diberlakukan terhadap informasi yang jika terbuka (disengaja atau tidak), dapat diperkirakan akan menimbulkan kerusakan sangat serius terhadap keamanan nasional.
2. Rahasia
Diberlakukan terhadap yang jika terbuka, dapat diperkirakan akan menimbulkan kerusakan serius terhadap keamanan nasional.
3. Konfidensial
Diberlakukan terhadap informasi yang jika terbuka, dapat menimbulkan kerusakan terhadap keamanan nasional.
Pada beberapa negara
lain, masih ada lagi di bawah Konfidensial, yaitu Terbatas hanya bagi beberapa
tingkat / lingkungan pejabat tertentu, atau terbatas hanya berlaku dalam
lembaga-lembaga resmi.
Jika ada
keragu-raguan mengenai perlu / tidaknya suatu informasi diklasifikasi,
informasi itu harus diberlakukan sebagai diklasifikasi sampai ada ketentuan
lain dari pejabat yang berhak memberi klasifikasi, paling lambat 30 hari.
Jika ada
keragu-raguan mengenai tingkat yang tepat bagi klasifikasi suatu informasi, ia
harus diberlakukan mempunyai klasifikasi yang lebih tnggi sampai ada ketentuan
dari pejabat yang berhak memberi klasifikasi, paling lambat 30 hari.
Hak (kewenangan) Memberi Klasifikasi
Sangat Rahasia
Hak (kewenangan) Memberi Klasifikasi
Sangat Rahasia
·
Presiden
·
Kepala-kepala Lembaga dan pejabat-pejabat
yang ditunjuk Presiden dan dimasukkan ke dalam suatu daftar tersendiri.
·
Pejabat-pejabat yang diberi pendelegasian
wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat dibatasi.
Rahasia
·
Kepala-kepala Lembaga dan pejabat-pejabat yang
termask dalam daftar (lihat no. 2 di atas)
·
Pejabat-pejabat yang berwenang menentukan
klasifikasi Sangat Rahasia
·
Pejabat-pejabat yang diberi pendelegasian
wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat dibatasi.
Konfidensial
·
Kepala-kepala Lembaga dan pejabat-pejabat
termasuk daftar
·
Pejabat-pejabat yang berwenang menentukan
klasifikasi Sangat Rahasia dan Rahasia
·
Pejabat-pejabat yang diberi pendelegasian
wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat dibatasi.
Jangka
Waktu Klasifikasi
Klasifikasi tidak
bertujuan untuk menutup informasi sampai dunia kiamat. Pada dasarnya
pengrahasiaan bersifat sementara, dengan maksud menunda keterbukaannya selama
pertimbangan keamanan nasional (secara rasional) masih memerlukannya. Namun
demikian, selalu saja terbuka kemungkinan rahasia itu dapat diketahui oleh
lawan, melalui spionase, ataupun secara tidak sadar terbuka baik dalam
pembicaraan maupun dalam tulisan. Mengenai informasi ilmiah dan teknologi,
lawan selalu dapat memperoleh informasi itu melalui usaha kegiatan-kegiatan
ipteknya sendiri.
Kebebasan Informasi Publik & KUHP
Satu
hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa kebebasan itu tiada yang mutlak
seperti yang dikatakan oleh bebarapa filsuf bahwa there is no absolute freedom. Demikian pula dengan kebebasan
informasi. Masalahnya adalah, di manakah
batas-batas yang perlu diberikan agar kebebasan informasi ini dapat
dilaksanakan dengan tetap menghormati semua orang? Dalam KUHP kini ada beberapa
ketentuan yang merupakan pembatasan informasi, yang memberikan sanksi pidana
bagi orang yang memberikan
informasi mengenai hal tertentu, misalnya:
·
Pasal 112 mengenai surat, kabar atau
keterangan yang harus dirahasiakan karena kepentingan negara (pidana penjara
selama-lamanya 20 tahun.
·
Pasal 322 mengenai rahasia jabatan (pidana
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.9.000,00).
Bahwasanya ketentuan
dalam KUHP bermaksud untuk memberikan perlindungan hukum pada informasi,
pemilik informasi, dan mereka yang mempunyai tanggung jawab untuk memiliki
informasi sudahlah jelas. Hal yang perlu dikuatkan dengan adanya UU untuk
memperoleh kebebasan informasi adalah meletakkan landasan hukum bagi orang yang
berkehendak memiliki informasi yang bersifat publik, hal mana berhubungan erat
dengan public accountability suatu
lembaga yang merupakan bagian dari good
governance.
UU Kebebasan Informasi
Keberadaan UU
Kebebasan informasi, sebagai salah satu pendorong demokrasi, dengan demikian,
memerlukan penjabaran yang sangat teliti, rinci dan jelas, agar tidak justru
menjadikan kekacauan dalam negara karena tidak adanya rahasia maka hal pertama
yang harus difahami bersama adalah bahwa:
1) Tidak semua informasi merupakan bahan
yang bebas dipublikasikan,
2) Penjabaran mengenai informasi merupakan
bahan yang bebas harus dirumuskan dengan jelas,
3) Pembatasan atas kebebasan informasi
menyangkut,
a. Kepentingan nasional/keamanan negara (militer, ekonomi, keuangan),
a. Kepentingan nasional/keamanan negara (militer, ekonomi, keuangan),
b.
Kerahasiaan
pribadi warga masyarakat,
4) Pelanggaran atas pengecualian atas hak
atas kebebasan informasi yang diberi sanksi pidana harus dirumuskan dengan teli
dan tegas.
Kedua hal dalam butir 3 diatas juga diakui oleh
komunitas internasional, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 19 International
Covenant on Civil and Political Rights yang intinya menentukan bahwa the right to freedom of expression… and
information…may …be subject to certain restriction, but these shall only be
such as are provided by law and are necessary: a) for respects of the rights or
reputation of others, b)for the protection of national security or of public
order, or of public health or morals.
Kepentingan negara,
merupakan salah satu kata kunci yang membatasi kebebasan informasi, dan
sejumlah kebebasan lainnya pula, sebagaimana dicantumkan dalam Instrumen Hak
Asasi Manusia Internasional. Makna dan cakupan kata ini sebenarnya harus
mendapatkan suatu rumusan yang tegas, agar agar tidak multi-interpretable yang
pada akhirnya membawa ketidak pastian hukum. Dikaitkan dengan ketentuan dalam
ketentuan dalam KUHP, yang termasuk dalam kategori ini adalah pasal 112 dan
124. Agar
dapat menjamin kepastian hukum, melindungi hak masyarakat namun tidak
membahayakan negara, maka UU atas kebebasan untuk memperoleh infromasi harus
mengandung rumusan yang tegas mengenai informasi dan data yang tidak dapat diakses
publik dalam kategori ini.
Dengan demikian makna
ketentuan yang ada dalam UU no.7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kearsipan harus ditinjau kembali. Pasal 11 ayat (2) UU ini memberikan sanksi
pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun kepada orang yang
dengan sengaja diwajibkan merahasiakan hal tersebut. Padahal pasal 1 UU ini
memberikan definisi yang sangat luas mengenai arsip, yang mencakup semua naskah
yang dibuat dan terima oleh lembaga negara, badan pemerintahan, swasta maupun
perorangan. Dapat diduga bahwa hal ini membuat petugas arsip kesulitan dalam
memberikan arsip bagi publik.
Freedom
of Information Act Amerika Serikat
Dalam kaitannya dengan kebebasan
informasi ini, menilik ketentuan yang ada di beberapa negara, sejumlah
informasi yang dikecualikan dari akses publik dan digolongkan kedalam sembilan exemption di Amerika Serikat adalah yang
menyangkut:
1. keamanan
nasional (National Security) dan politik luar negeri a) rencana militer, b)
persenjataan, c) data iptek yang menyangkut keamanan nasional, dan data CIA,
2. Ketentuan internal lembaga,
3. Informasi yang secara tegas dikecualikan
oleh UU untuk dapat diakses publik,
4. Informasi bisnis yang bersifat rahasia,
5. Memo internal pemerintah,
6. Informasi pribadi (Personal Privacy),
7. Data yang berkenaan dengan penyidikan,
8. Informasi lembaga keuangan, dan
9. Informasi dan data geologis dan geofisik
mengenai sumbernya. Harus diingat bahwa kekecualian diatas bersifat
diskresioner, tidak wajib, dan diserahkan pada lembaga yang bersangkutan.
Official
Information Act Thailand
Negara di Asia yang memiliki ketentuan serupa misalnya Thailand, yang memberlakukan Official Information Act pada tahun 1997. pengecualian atas informasi yang dapat di akses publik dalam negara ini, mirip dengan ketentuan yang diatur dalam Freedom of Information Act Amerika Serikat, yakni informasi yang:
Negara di Asia yang memiliki ketentuan serupa misalnya Thailand, yang memberlakukan Official Information Act pada tahun 1997. pengecualian atas informasi yang dapat di akses publik dalam negara ini, mirip dengan ketentuan yang diatur dalam Freedom of Information Act Amerika Serikat, yakni informasi yang:
·
Dapat
membahayakan istana,
·
Dapat
membahayakan keamanan nasional, hubungan international atau keuangan nasional,
·
Menghambat
penegakaan hukum,
·
Merupakan
informasi atau nasihat dari lembaga negara yang bersifat internal,
·
Membahayakan
keselamatan atau nyawa seseorang,
·
Informasi
pribadi atau rekam medik yang publikasinya akan mengancam the right of privacy,
dan
·
Informasi
resmi yang dilindungi perundang-undangan atau yang diberikan oleh seseorang dan
harus dijaga kerahasiannya (pasal 14 s/d 15 ayat 6 (Official Information Act).
ANALISIS:
Konsep Kedaulatan Negara
Seperti
diketahui, konsep kedaulatan adalah sebuah privasi, kehormatan dan identitas.
Buah dari kedaulatan adalah kehormatan dan penghormatan. Hormat, menghargai,
menjaga privasi, jati diri dan indentitas adalah bentuk sosial hubungan baik
antar kedaulatan.
Oleh karena
itu, berkaitan dengan kasus penyadapan, jelas bahwa tindakan Australia ini
adalah bentuk pelecehan kedaulatan terhadap suatu Negara. Sekali lagi, ini
adalah bentuk pelecehan kedaulatan oleh Australia terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ini pasti menciderai hubungan diplomatik antar kedua negera.
Tanggapan Presiden Indonesia
SBY memang tak perlu berteriak terkait penyadapan dan
tindakan intelejen termasuk penyadapan oleh Amerika Serikat dan Australia. Setidaknya
ada tiga alasan secara intelejen terkait kasus penyadapan dan pernyataan
membela diri yang justru merugikan dan berpotensi memermalukan diri.
Pertama,
penyadapan oleh AS dan Australia tidak dapat dibuktikan. Hal ini sesuai dengan
teori intelejen yang serba rahasia. Juga kemampuan intelejen AS dan Australia
sangat canggih. Indonesia secara teknologi tak mampu menandingi kemampuan
intelejen AS dan Australia - namun secara individu dan personel dan agen BIN
memiliki kemampuan hebat sekelas Mossad agen rahasia Israel yang paling hebat
di muka Bumi.
Tindakan
Angela Merkel dan para pemimpin Eropa dan Asia yang berteriak dan memrotes
kegiatan spionase dan intelejen CIA, sebenarnya menelanjangi ketidakmampuan
intelejen Jerman dan berbagai negara Asia dan Eropa termasuk Prancis yang
intelejennya kedodoran.
Kedua, Marty
Natalegawa - membawahi dan mengoordinasikan tindakan intelejen dan kontra
intelekjen dan spionase di dalam dan luar negeri - telah mengakui bahwa
penyadapan tak akan bisa dibuktikan. Jika Marty dan SBY mengakui dan bahkan
menuntut kepada Australia atau AS terkait penyadapan, maka AS dan Australia -
dalam dunia diplomatik akan balik bertanya dan minta Indonesia membuktikan
tuduhannya. Terkair tuduhan dan pembuktian jelas BIN sebagai badan kontra
intelejen - bahkan jika terbukti dan mampu membuktikan - BIN dan Indonesia
terkait kegagalan operasi dan kemampuan kontra intelejen BIN ditelanjangi.
Ketiga,
sebagai agen rahasia yang hebat BIN tentu tak boleh dipermalukan setelah mereka
sukses melindungi negara dari anasir jahat yang membahayakan negara. BIN tahun
1982 mampu membantu menguak kegiatan Islam Jama’ah dan Komando Jihad pimpinan
Imron bin Muhammad Zein yang mengotaki pembajakan Garuda di Bandara Dong Muang
Bangkok. Pun BIN mampu mengeliminir musuh-musuh negara pada zaman Orba dan
peristiwa 1998. Kasus Munir pun yang merupakan operasi khusus berhasil dengan
sangat baik.
Jadi, kali
ini SBY bertindak benar dan tak mau mengomentari soal penyadapan terhadap
dirinya. SBY dan juga Marty Natalegawa tak hendak memermalukan BIN dan
Indonesia yang agen dan intelejennya diakui sekelas Mossad.
Pelanggaran Konvensi Wina
Tidak hanya mengundang
kemarahan dari presiden, isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap
telepon pribadi milik petinggi negara Indonesia juga mengundang respon
dari DPR RI.
Anggota Komisi I DPR Meutya
Hafid meminta agar Pemerintah mengusir Duta Besar Australia Greg Moriarty dari
Indonesia. Bukan tanpa alasan, pengusiran itu bisa dilakukan karena Australia
telah melanggar Pasal 9 Konvensi Wina tahun 1961 mengenai hubungan diplomatik.
Dalam pasal itu disebutkan
pengusiran kepada duta besar bisa dilakukan jika wakil diplomatik itu melanggar
tiga hal. Pertama, duta besar melakukan kegiatan yang subversif dan merugikan
kepentingan nasional.
Kedua, kegiatan yang
dilakukan oleh wakil diplomatik melanggar hukum atau perundang-undangan negara
penerima. Ketiga kegiatan yang digolongkan sebagai kegiatan mata-mata atau
spionase yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara penerima.
Komentar
Posting Komentar