Teori - Teori dalam Filsafat

#2 TEORI – TEORI FILSAFAT
Berfilsafat pada hakikatnya merupakan cara berfikir menyeluruh dan mendasar. Sedangkan pengertian teori (dari bahasa Inggris theory, bahasa Latin theoria, dari bahasa Yunani theorus yang berarti pengamatan) menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995; 1041) adalah:
-       Pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian).
-       Asas dan hokum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan.
-       Pendapat, cara dan aturan untuk melakukan sesuatu.
Jika mengacu pada pendapat di atas, maka setiap pendapat dari filusuf dapat dipelajari. Untuk pelengkap, kita dapat mempelajari sejarah pemahaman filsafat dari pada filusuf.
Thales (6 SM)
Thales dari Miletos mendapat gelar filsuf yang pertama. Pada permulaan timbulnya pemikiran filsafat. Sebenarnya tradisi ajaran tulisan belum ada. Tradisi lisan dari Thales ini dikemukakan oleh Aristoteles. Thales mencari arkhe (asas atau prinsip) alam semesta yang didiami oleh manusia. Menurut Thales arkhe alam semesta adalah air. Semua berasal dari air dan semuanya kembali menjadi air (K. Bertens, 1975: 26).
Alasan Thales mengemukakan air sebagai zat asli alam semesta, karena bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan juga benih pada semua makhluk hidup. Teori tentang prinsip alam semesta ini barangkali terlalu sederhana, namun pada saat itu untuk pertama kalinya manusia berfikir tentang alam semesta dengan menggunakan rasio. Sehingga dalam pemikiran Thales secara fundamental mengatakan bahwa alam semesta bersifat satu dengan hanya menunjukkan satu prinsip saja.
Herakleitos (5 SM)
Teori Herakleitos mengungkap bahwa segala sesuatu di alam semesta ini merupakan sintesa dari hal – hal yang peroposisi. Ada siang, ada malam. Ada sehat, ada sakit. Kerenanya di alam semesta ini tidak ada yang tetap dan mantap.
Menurutnya, perubahan merupakan satu – satunya kemantapan, It rest by changing (K. Bestens, 1975: 42). Tidak ada sesuatu pun yang betul – betul ada, semuanya menjadi. Menjadi merupakan perubahan yang tiada henti – hentinya melalui 2 cara:
1.    Seluruh kenyataan merupakan arus sungai yang mengalir
2.    Seluruh kenyataan adalah api
Paramenides (Italia – 515 SM)
Parmenides menolak segala gerak dan perubahan di alam semesta ini. Realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak atau berubah. Seluruh jalan kebenaran bersandar pada satu keyakinan: yang ada itu ada, itulah kebenaran.
Ada dua pengandaian yang dapat membuktikan kebenaran, yaitu:
1.    Orang dapat mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada.
2.    Orang dapat mengatakan bahwa yang ada serentak ada dan serentak juga tidak ada.
Kedua pengertian di atas sama – sama mustahul, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan.
Socrates (4 SM)
Alam semesta dan manusia merupakan objek pemikiran Socrates (K. Bestens, 1975: 85).
 Menurut Socrates, manusia merupakan makhluk yang dapat mengenal, yang harus mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat. Teorinya tentang manusia bertitik tolak dari pengalaman sehari – hari dan dari kehidupan yang konkrit.
Socrates memperhatikan hidup praktis menusia yaitu tingkah lakunya. Tidak semua tingkah laku dapat disebut baik, karenanya berbuat jahat adalah kemalangan bagi seorang manusia dan bahwa berbuat baik adalah satu – satunya kebahagiaan hidup manusia. Socrates berusaha menjawab pertanyaan – pertanyaan berikut ini:
-       Apakah hidup yang baik?
-       Apakah kebaikan itu, mengakibatkan kebahagiaan seorang manusia?
-       Apakah norma yang mengizinkan kita menetapkan baik buruknya suatu perbuatan?
Untuk dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan di atas, Socrates memulai dengan bertanya kepada siapa saja yang ditemuinya. Metode tersebut disebut dialektika, dari kata Yunani dialeqeisthai berarti bercakap – cakap atau berdialog. Karena tujuan dari dialog adalah untuk menemukan pengertian tentang kebjikan, maka Socrates menamai metodenya dengan maieutika tekhne (seni kebidanan).
Tugas Socrates dapat dibandingkan dengan tugas bidan. Tetapi ia tidak menolong orang bersalin, melainkan ia membidani jiwa – jiwa. Socrates dengan metodenya tersebut tidak menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan pertanyaan – pertanyaannya ia membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa seseorang. Selanjutnya Socrates menguji nilai pikiran – pikiran yang sudah dilahirkan.
Socrates menganggap dirinya mempunyai tugas untuk mengingatkan para warna Negara Athena supaya mengutamakan jiwa mereka. Tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin, karena jiwa (psike) merupakan intisari kepribadian manusia. Tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan (eudaemonia).
Untuk dapat mencapai eudaemonia adalah dengan arête, biasanya diterjamhkan dalam bahasa Inggris virtue  yang berarti kebajikan atau keutamaan. Menurut Socrates keutamaan adalah pengetahuan. Keutamaan seorang guru adalah apabila dia dapat mengajar dengan baik. Namun arête lebih dari itu, yaitu keutamaan sebagai istilah moderal. Keutamaan yang membuat manusia menjadi seorang yang baik, harus dianggap sebagai pengetahuan.
Dari pernyataan Socrates bahwa keutamaan adalah pengetahuan, dapat ditarik tiga kesimpulan:
1.    Manusia tidak berbuat salah karena disengaja. Manusia membuat salah karena keliru atau ketidaktahuan. Seandainya ia tahu apa yang baik baginya ia akan melakukan kebaikan itu.
2.    Keutamaan itu satu adalanya, keutamaan sebagai pengetahuan tentang yang baik merupakan pengetahuan yang menyeluruh.
3.    Keutamaan dapat diajarkan kepada orang lain.
Yang bai mempunyai nilai yang sama bagi setiap manusia. Memiliki arête berarti memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia. Inilah teori etika dari Socrates yang berlaku bagi semua manusia.
Plato (5 SM)
Plato merupakan murid Socrates. Kesan mendalam terhadap gurunya yang meninggal sebagai hukuman dari Athena, membuat Plato mereflesikan hasil pikirannya tentang Negara dalam dialog Politeia, teorinya tentang Negara ini dianggap sebagai karya sentral dari seluruh pemikiran Plato (K. Bestens, 1975: 162). Salah satu refleksi Plato terhadap kematian Socrates terungkap dalam teorinya bahwa penguasa Negara haruslah seorang filsuf.
Ide merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Bagi sebagian orang, ide berarti gagawan atau tanggapan yang haya terdapat dalam pemikiran saja, sehingga ide merupakan sesuatu yang bersifat subjektif belaka. Namun bagi Plato ide merupakan sesuatu yang sifatnya objektif. Ada ide – ide yang terlepas dari subjek si pemikir. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita. Ide tidak tergantung pada pemikiran, tetapi pemikiranlah yang tergantung pada ide – ide.
Untuk mengerti jalan pikiran Plato tentang ide – ide, kita dapat memahami lewat ilmu pasti. Ilmu pasti tidak akan membicarakan gambar – gambar konkrit, suatu grais tertentu, suatu segi tiga tertentu, atau suatu lingkaran tertentu. Namun, ilmu pasti berbicara tentang garis, segi tiga, dan lingkaran pada umumnya. Dalil – dalil yang berlaku pada segi tiga, tidak hanya berlaku pada contoh segi tiga yang di damabakan saat itu saja, tapi berlaku pada segi tiga lain pada umumnya, segi tiga yang sempurna, yang ideal. Ada ide segi tida yang ada yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, hanya dapat ditangkap melalui pengertian.
Dari pengertiannya tentang ide umum dan ide konkrit, dapat disimpulkan bahwa menurut Plato realitas sebenarnya terdiri dari dua dunia. Satu dunia mencakup benda – benda jasmani yang dapat ditangkap oleh panca indera. Pada tahap ini semua realitas berada dalam perubahan. Contoh: baju yang sekarang dipakai rapid an bersih, besok sudah lusuh dan korot. Karena itu ada suatu dunia lain, yaitu dunia ideal, yaitu dunia yang terdiri dari ide – ide. Dalam dunia ideal ini tidak ada perubahan, dan sifatnya abadi.
Pandanagan tentang dua dunia ini sebenarnya Plato telah berusahan memperdamaikan pendapat Herakleitos dan Parmenides, yaitu tentang ada sifatnya tetap, dan yang menjadi sifatnya berubah.
Plato memandang manusia sebagai makhluk yang terpenting di antara sebagal makhluk yang terdapat di dunia ini. Jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan jiwa manusia bersifat baka atau kekal. Dalam politeia, jiwa terdiri dari tiga bagian, kata bagian menurut Plato harus dipahami sebagai fungsi, yaitu:
1.    Bagian rasional (to logistikon)
Pada bagian ini dikaitkan dengan keutamaan kebijaksanaan (shopia).
2.    Bagian keberanian (to thymoides)
Pada bagian ini dikaitkan dengan kegagahan (andreia).
3.    Bagian keinginan (to epithymetikon)
Pada bagian ini dikaitkan dnegan keutamaan pengendalian diri (sophosyne)
Untuk menjaga keseimbangan ketiga fungsi jiwa tersebut diperlukan keadilan (dikaiosyne).
Teori filsafat Plato tentang Negara merupakan puncak pemikirannya. Manusia menurut kodratnya merupakan makhluk social, sehingga menurut kodratnmya manusia hidup dalam polis atau negara. Agar manusia dapat mencapai hidup yang baik, maka Negara juga harus baik. Ada pengaruh timbale balik antara hidup yang baik sebagai individu dengan Negara yang baik. Untuk menyusun Negara yang ideal haruslah berdasar pada:
1.    Ekonomis
Masing – masing orang mempunyai keahlian masing – masing, dan juga tidak semua manusia mempunyai bakat untuk tugas yang sama.
2.    Para Penjaga
Dalam suatu Negara harus ada tentara yang professional untuk mempertahankan kekayaan Negara. Beberaa dari penjaga akan dipilih supaya mereka menjadi pemimpin Negara.
Mereka yang paling baik dan paling cakap yang boleh dipilih. Pada usia sampai 30 tahun. Mereka harus mempelajari ilmu pasti. Kemudian diantara mereka yang terpilih akan dipilih lagi untuk studi filsafat selama 5 tahun. Mereka yang terpilih akan menunaikan berbagai jabatan Negara selama 15 tahun. Sehingga pada umur 50 tahun mereka yang cakap dalam hal kemimpinan dapat dipanggil untuk memerintah Negara. Dengan demikiran, Negara yang ideal akan dipimpin oleh filsuf.
3.    Tiga golongan
Negara yang ideal terdiri dari 3 golongan:
a.    Penjaga – penjaga yang sebenarnya adalah filsuf
b.    Pembantu – pembatu atau prajurit – prajurit, tugasnya menjamin keamanan Negara dan mengawasi supaya para warga Negara tunduk kepada filsuf.
c.    Petani, pedagang dan tukang – tukang yang menjamin kelangsuangan kehidupan ekonomi suatu negara.
4.    Komunismen dan perkawinan
Kehidupan Negara akan pincang, apabila ada perbedaan antara golongan kaya dan miskin. Plato mengingatkan bahwa mereka tidak boleh mempunyai uang atau milik pribadi.
Selain itu mereka tidak boleh mempunyai keluarga sendiri. Perkawinan hanya dilaksanakan untuk sementara, dan hanya penguasa Negara yang akan memilih pria dan wanita yang boleh kawin untuk sementara, dan akan mendapatkan anak yang baik untuk dididik oleh Negara.
Aristoteles (Yunani Utara - 384 SM)
Sejak Aristoteles inilah pemikiran – pemikiran filsafat tersusun secara sistematis, yang dikelompokkan dalam 8 bagian, yaitu:
1.    Logika
2.    Filsafat alam
3.    Psikologi
4.    Biologi
5.    Metafisika
6.    Etika
7.    Politik dan Ekonomi
8.    Retorika dan Paetika
Beberapa teori tentang gerak dan penyebab (causa) terjadinya suatu akan dijelaskan dalam usaha memahami teori – teori Aristoteles. Teorinya tentang gerak dapat dipahami melalui contoh berikut, yaitu air dingin menjadi panas. Gerak berlangsung antara dua hal yang berlawanan anatara panas dan dingin. Namun ada sesuatu hal yang dulunya dingin kemudian menjadi panas. Dengan demikian ada 3 faktor dalam setiap perubahan, yaitu:
1.    Keadaan / cirri yang terdahulu, yaitu dingin.
2.    Keadaan / cirri yang baru, yaitu panas.
3.    Suatu substratum atau alas yang tetap, yaitu air.
Analisis tertutup gerak ini ada aktis dan potensi. Gerak menurut Aristoteles adalah peralihan dari potensi ke aktis, suatu yang potensial menjadi actual.
Dalam pandangannya tentang penyebab tiap – tiap kejadian, baik kejadian alam maupun kejadian yang disebabkan manusia, Aristoteles menyebutkan 4 penyebab, yaitu:
1.    Penyebab efisien (efficient cause) yaitu sumber kejadian, factor yang menjalankan kejadian. Contoh: tukang kayu yang membuat meja makan.
2.    Penyebab final (final cause) yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Contoh: menja makan dibuat untuk makan.
3.    Penyebab material (material cause) yaitu bahan dari mana benda tersebut dibuat. Contoh: menja makan dibuat dari kayu.
4.    Penyebab formal (formal cause) yaitu bentuk yang menyusun bahan. Contoh: bentuk menja ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi sebuah meja.
Al Kindi (796 – 873 M)
Teorinya tentang pengetahuan terbagi dalam 2 bagian:
1.    Pengetahuan Ilahi (devince science)
Pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan.
2.    Pengetahuan manusiawi (human science) pengetahuan yang didasarkan atas pemikiran.










Komentar

Postingan Populer